Mahyudin,Universitas Achmad Yani Banjarmasin
TINGKAT
KEBERHASILAN OTONOMI DAERAH
PROVINSI
KALIMANTAN Selatan
Oleh:
The Jawa
Post Institute of Pro Autonomy (JPIP) Area Kalsel
A.
Otonomi Daerah dalam Perspektif JPIP
Program
utama JPIP adalah monitoring dan evaluasi (Monev) kemajuan implementasi otonomi
daerah. Melalui motto "Tiada Kemajuan
Tanpa Kompetisi", JPIP berusaha mendorong persaingan yang sehat di
daerah-daerah otonom agar otonomi daerah mencapai hasilnya. Caranya dengan
melakukan monev kemajuan daerah secara periodik dan berkesinambungan. Dengan
begitu, sisi-sisi negatif otonomi daerah akan tereduksi secara bertahap. Salah
satu produk monev yang dilakukan JPIP adalah memberikan penghargaan (reward). Penghargaan diberikan pada
daerah yang mencapai skala kemajuan tertentu, sesuai dengan parameter dan
indikator yang telah ditetapkan. Penghargaan tersebut diberi nama “Otonomi Award”.
Gambar 1.
Komponen Keberhasilan Otonomi
Daerah
|
Keberhasilan otonomi daerah dalam perpektif JPIP, paling tidak
mencakup tiga komponen, yaitu; 1) Kemajuan hasil-hasil pembangunan, 2) Tingkat
kepuasan masyarakat, dan 3) Munculnya inovasibaru. Tiga komponen keberhasilan
otonomi daerah ini, harus berjalan seiring dan saling mengisi. Inovasi baru
pemerintah daerah memungkinkan pembangunan dapat terus berlangsung. Sementara
itu, tingkat kepuasan masyarakat mencerminkan bahwa pembangunan yang dilakukan pemerintah
daerah telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
1. Hasil
Pembangunan
Provinsi Kalimantan Selatan yang termasuk Kawasan
Timur Indonesia (KTI) baru berbenah sejak otonomi daerah diberlakukan Tahun
1999. Artinya, secara obyektif Provinsi
Kalimantan Selatan jauh tertinggal dibanding provinsi-provinsi lainnya di
Kawasan Barat Indonesia (KBI). Fakta ini menyebabkan penilaian terhadap
keberhasilan pembangunan di Provinsi Kalimantan Selatan harus dilihat dari progress (kemajuan). JPIP dalam konteks
ini menterjemahkan hasil pembangunan adalah seberapa besar prosentase kemajuan
hasil pembangunan dari tahun-tahun sebelumnya. Semakin tinggi prosentase
kemajuannya, maka semakin berhasil pula hasil pembangunan yang dilakukan.
2.
Tingkat Kepuasan Masyarakat
Hasil pembangunan harus selaras dengan tingkat
kepuasan yang dirasakan masyarakat. Tingginya progress (kemajuan) pembangunan jika tidak dibarengi peningkatan
kepuasan masyarakat terhadap hasil-hasil pembangunan, tentu tidak akan banyak
bermakna. Persepsi masyarakat tentang kepuasan terhadap kinerja pemerintah
daerah berkisar antara 0 – 100, dengan titik tengah 50, yang berarti cukup.
Jika di atas 50 (>50), maka hasil-hasil pembangunan memberi manfaat yang
besar pada masyarakat. Sebaliknya jika di bawah 50 (<50), maka hasil-hasil
pembangunan tidak memberi manfaat yang besar pada masyarakat.
3.
Munculnya Inovasi Baru
Kemajuan
hasil pembangunan senantiasa harus selalu meningkat, demikian pula dengan
tingkat kepuasan masyarakat. Jika pemerintah daerah tidak menemukan inovasi
baru dalam program, proses dan mekanisme pelaksanaan pembangunan, niscaya makna
hasil pembangunan akan terus terdegradasi. Artinya inovasi merupakan salah satu
komponen penentu untuk menentukan tingkat keberhasilan pembangunan. Inovasi
baru juga merupakan dimensi lain dari otonomi daerah, di samping delegasi
kewenangan dari pemerintah pusat ke daerah.
Sinergisitas
tiga komponen di atas akan memunculkan hasil penilaian yang kredibel, realistis
dan faktual terhadap implementasi pelaksanaan otonomi daerah. Di samping itu,
ketiga komponen ini akan saling berkontribusi terhadap tingkat keberhasilan
implementasiotonomi daerah.
B.
Bagaimana Mengukur Keberhasilan Otonomi Daerah?
Pengukuran
keberhasilan otonomi daerah dilakukan JPIP dengan dua tahap. Pertama, menentukan parameter dan
indikator yang akan dinilai, yang mengacu kepada kekhasan Provinsi Kalimantan
Selatan. Kedua, penentuan metodologi
penilaian yang mengacu kepada tingkat keberhasilan otonomi daerah, yaitu;
hasil-hasil pembangunan (Data Existing),
kepuasan masyarakat (Survey Publik),
dan munculnya inovasi baru (Program
Unggulan).
Gambar 2. Metode
Monev JPIP untuk Mengungkapkan keberhasilan Otonomi Daerah
1.
Parameter dan Indikator
Monev
Otonomi Daerah JPIP dilakukan terhadap lima parameter, yang terdiri dari 3 (tiga) parameter utama dan 2 (dua) paramater
khusus. Peramater utama terdiri dari;
a)
Pembangunan
ekonomi, dengan indikator; pertumbuhan ekonomi, pemerataan, dan pemberdayaan
ekonomi
b)
Pelayanan
publik, dengan indikator; pelayanan pendidikan, kesehatan, administrasi, dan
penyediaan sarana prasarana umum
c)
Performa
politik, dengan indikator; partisipasi publik, pelembagaan politik, dan
akuntabilitas publik.
Sedangkan parameter khusus adalah;
1) kemiskinan dan 2) pengelolaan lingkungan hidup.
2.
Metode Monev
JPIP
menggunakan tiga metode Monev,
yaitu dengan analisis dokumen daerah (Data Existing),
survei persepsi publik (Survey Publik),
danwawancara mendalam (indepth interview). Ketiga metode telah
dilaksanakan secara konsisten
dari tahun ke tahun di JPIP Area Kaltim, dan juga
diterapkan pada JPIP Area Kalsel pada tahun prtama ini. Berbagai pengalaman yang ditemukan
di lapangan memberikan pelajaran berharga untuk penyempurnaan metodologi dari
tahun ke tahun.
a. Analisis
dokumen (Existing Data)
Analisis dokumen dilakukan dengan
mencermati dokumen-dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah.
Dokumen-dokumen itu bisa berupa APBD, Renstra, Arah Kebijakan Umum (AKU),
Repetada, Perda, sampai dengan penerbitan-penerbitan khusus berupa brosur dan
leaflet promosi daerah. Data Existing yang dikumpulkan dari 13 kab/kota
adalah data dari tahun 2005 – 2011.
b. Survey Publik.
Serangkaian kuesioner disebarkan
kepada masyarakat terpilih yang dianggap well
informed atau mengetahui banyak informasi tentang kinerja pemerintah daerah
dimana ia tinggal. Masyarakat daerah merupakan pihak yang merasakan langsung
dampak dan kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah daerah.
Karena itu, jawaban masyarakat merupakan jawaban paling otentik bagi penilaian
kinerja pemerintah daerah. Ia sekaligus menjadi sarana verifikasi
program-program yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
c. Wawancara
mendalam (indepth interview).
Metode ini dilakukan untuk menggali
informasi secara lebih komprehensif. Beberapa informan kunci (key informan) daerah menjadi target
wawancara. Mulai dari bupati/walikota, sekda, kepala dinas, kepala badan, dan
kepala kantor. Biasanya, informan kunci akan membeberkan inovasi atau
terobosan yang dilakukan pemerintah kabupaten/kota. Peneliti JPIP akan terus
melakukan penggalian informasi secara lebih detail dan terfokus (probing) sampai diperoleh informasi yang
komprehensif mengenai inovasi yang dibuat oleh pemerintah kabupaten/kota.
C. Tingkat
Keberhasilan Implementasi Otonomi Daerah
di
Provinsi Kalimantan Selatan
JPIP
Area Kalsel sejatinya menilai tingkat keberhasilan otonomi daerah di 13
kabupaten/kota di Kalimantan Selatan, karena amanat Undang-undang menyebutkan
bahwa pelaksanaan otonomi daerah adalah di kabupaten/kota. Dengan demikian,
tingkat keberhasilan otonomi daerah di kabupaten/kota adalah refleksi dari
tingkat keberhasilan otonomi daerah di Provinsi Kalimantan Selatan.
1. Hasil-hasil
Pembangunan
Hasil pembangunan dinilai dari data sekunder
setiap kabupaten/kota (data existing),
dalam kurun waktu 2005-2011. Nilai rata-rata positif memiliki arti terdapat
progress (kemajuan), sebaliknya jika negatif berarti terjadi penurunan untuk
indikator yang dinilai.
Gambar
3, Grafik Hasil Pembangunan (Data Existing)
a.
Parameter
Pembangunan Ekonomi
Indikator pembangunan ekonomi yang dinilai JPIP
adalah pertumbuhan ekonomi, pemerataan, dan pemberdayaan ekonomi.
Tabel 1 Hasil Penilaian Data Existing Parameter Pembangunan Ekonomi
Indikator
|
Hasil
Penilaian (Jumlah Kab/Kota)
|
<
|
|
>
|
Pertumbuhan Ekonomi
|
6 (46%)
|
73,73
|
7 (54%)
|
Pemerataan Ekonomi
|
6 (46%)
|
73.72
|
7 (54%)
|
Pemberdayaan Ekonomi
|
6 (46%)
|
74,91
|
7 (54%)
|
|
|
|
|
Sumber: JPIP, 2012.
Tabel
1 menunjukkan bahwa indikator Pemberdayaan Ekonomi Lokal adalah indikator yang
menonjol tingkat kemajuannya (rata-rata 74,91), walaupun bila dibandingkan
dengan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan Ekonomi yang masing-masing
rata-ratanya adalah 73,73 dan 73,72 tidak terlalu jauh perbedaan tingkat
kemajuannya. Dilihat dari rata-rata ini ternyata dari 13 kab/kota baik pada
indikator pertumbuhan, pemerataan maupun pemberdayaan ekonomi, ada 6 (46%) kab/kota
berada dibawah rata-rata kab/kota dan 7 (54%) kab/kota berada diatas rata-rata
kab/kota.
Ini
artinya bahwa ketiga indikator ini dari 13 kab/kota tingkat kemajuannya masih
dominan diatas rata-rata yaitu sebanyak (7 daerah) 54%. Dan masih ada dibawah
rata-rata yaitu 6 daerah (46%), Walaupun sebenarnya kemajuan ini bisa disebut
lebih merata pada setiap daerah.
b.
Parameter
Pelayanan Publik
Indikator pelayanan publik yang dinilai JPIP
adalah pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, dan pelayanan administrasi.
Tabel 2 Hasil Penilaian Data
Existing Parameter Pelayanan Publik
Indikator
|
Hasil
Penilaian
|
<
|
|
>
|
Pelayanan Pendidikan
|
6 (46%)
|
70,63
|
7 (54%)
|
Pelayanan Kesehatan
|
7 (54%)
|
73,82
|
6 (46%)
|
Pelayanan Administrasi
|
6 (46%)
|
70,46
|
7 (54%)
|
Sarana dan Prasarana
|
8 (62%)
|
68,22
|
5 (38%)
|
Sumber: JPIP, 2012.
Tabel
2 menunjukkan bahwa indikator Pelayanan Kesehatan adalah indikator yang paling tinggi
tingkat kemajuannya (rata-rata 73,82), yang masih dibawah rata-rata sebanyak 7 daerah
(54%). Sedangkan untuk pendidikan dan pelayanan administrasi publik
masing-masing ada 7 daerah (54%) berada diatas rata-rata.
Hal
ini menunjukan bahwa pelayanan kesehatan kemajuannya masih rendah pada 7 daerah
(54%), sedangkan pelayanan pendidikan dan pelayanan administrasi publik sudah
menunjukan kemajuan terbanyak yaitu 7 daerah (54%). Berbeda dengan sarana
prasarana rata-rata tingkat kemajuannya adalah 68,22, dimana ada 8 daerah (62%)
masih dibawah rata-rata kemajuannya, hanya 5 (38%) yang berada diatas
rata-rata.
Hasil
ini menunjukkan bahwa tingkat kemajuan pelayanan pendidikan, kesehatan, dan
administrasi publik tingkat kemajuannya lebih merata pada setiap daerah,
kecuali pada sarana dan prasarana tingkat kemajuannya tidak merata, lebih
banyak daerah yang masih dibawah rata-rata.
c.
Parameter
Khusus
Indikator parameter khusus yang dinilai JPIP
adalah pengelolan lingkungan hidup dan pengentasan kemiskinan.
Tabel 3 Hasil Penilaian Data
Existing Parameter Khusus
Indikator
|
Hasil
Penilaian
|
<
|
|
>
|
Pengelolaan Lingk. Hidup
|
8 (62%)
|
69,37
|
5 (38%)
|
Pengentasan
Kemiskinan
|
7 (54%)
|
65,12
|
6 (46%)
|
Sumber: JPIP, 2012.
Tabel
3 menunjukkan bahwa indikator Lingkungan Hidup adalah tingkat kemajuannya
rata-rata 69,37, namun dalam pemerataan kemajuannya tidak merata dimana masih
dominan dibawah rata-rata yaitu sebanyak 62% atau masih ada 8 daerah yang
dibawah rata-rata. Sedangkan untuk indikator Pengentasan Kemiskinan, rata-rata
kemajuannya 65,12, dimana persentase jumlah kabupaten/kota, masih berada pada
kelompok dengan kemajuan di bawah rata-rata (54%), namun tingkat kemajuannya
lebih merata pada tiap daerah Hasil penilaian ini mencerminkan bahwa kemajuan pengentasan
kemiskinan tidak setinggi Pengelolaan Lingkungan Hidup, namun lebih merata
untuk setiap daerah.
Jadi
berdasarkan hasil data existing dari semua indikator, maka seluruh indikator
yang ada semuanya mengalami kemajuan walaupun memang ada beberapa daerah yang
kemajuannya masih dibawah rata-rata masing-masing indikator.
2.
Tingkat Kepuasan Masyarakat
Kepuasan masyarakat diukur dengan seperangkat
kuesioner yang berisi pertanyaan sesuai dengan parameter dan indikator JPIP.
Responden sebanyak 100 orang per kabupeten/kota dipilih secara acak, yang
mewakili sembilan kelompok masyarakat (non PNS).Persepsi masyarakat tentang
kepuasan terhadap kinerja pemerintah daerah berkisar antara 0 – 100, dengan
titik tengah 50, yang berarti cukup.
Tabel 4. Skor Akhir Persepsi
Masyarakat terhadap Kinerja Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota)
Indikator
Penilaian
|
Hasil Penilaian
(Kabupaten/Kota)
|
<
|
|
>
|
Pertumbuhan
Ekonomi
|
5 (38%)
|
63.71
|
8 (62%)
|
Pemerataan
|
6 (46%)
|
61.65
|
7 (54%)
|
Pemberdayaan
Ekonomi Lokal
|
6 (46%)
|
61.50
|
7 (54%)
|
Pelayanan
Pendidikan
|
6 (46%)
|
52.27
|
7 (54%)
|
Pelayanan
Kesehatan
|
3 (23%)
|
45.92
|
10 (77%)
|
Pelayanan
Administrasi
|
6 (46%)
|
62.19
|
7 (54%)
|
Penyediaan
Sarana Dan Prasarana
|
6 (46%)
|
60.72
|
7 (54%)
|
Partisipasi
Politik Publik
|
3 (23%)
|
58.53
|
10 (77%)
|
Akuntabilitas
Publik
|
7 (54%)
|
57.88
|
6
(46%)
|
Kelembagaan Politik
|
5 (46%)
|
51.62
|
7 (54%)
|
Pengelolaan
Lingkungan Hidup
|
6 (46%)
|
63.43
|
7 (54%)
|
Pengentasan
Kemiskinan
|
8 (62%)
|
54.95
|
5 (38%)
|
Rata-rata Seluruh Indikator
|
|
52,02
|
|
n = 1300 Responden
Sumber: JPIP Area Kalsel, 2011.
Tingkat
kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah umumnya secara keseluruhan relatif
cukup dengan skor 52,02, karena masih
berada diatas 50%. Adapun Indikator yang berada diatas rata-rata tingkat
kepuasan masyarakat hampir semua indikator kecuali indikator pelayanan
kesehatan (45,92) dan kelembagaan politik (51,62)
Meski persepsi publik telah menyebutkan nilai rata-rata 52,02, namun
masih terdapat kabupaten/kota yang memperoleh nilai lebih rendah dari nilai
rata-rata masing-masing indikator untuk beberapa indikator tertentu. Indikator Pengentasan
Kemiskinan ada 8 (62%) daerah yang berada dibawah nilai rata-rata Kab/Kota; Sedangkan
untuk indikator pertumbuhan dominan ada 8 daerah (62%) dan partisipasi publik
ada 10 daerah (77%) berada diatas rata-rata kab/kota. Sedangkan indikator
lainnya hampir merata tingkat kepuasan masyarakat, kecuali indikator
pengentasan kemiskinan walaupun diatas rata-rata keseluruhan namun ada 8 daerah
(62%) berada dibawah rata-rata kabupaten kota.
Sedangkan pelayanan kesehatan tingkat kepuasannya dibawah rata-rata
keseluruhan, namun dilihat dari rata-rata kab/kota masih tinggi tingkat
kepuasannya masyarakatnya, yaitu ada 10 daerah (77%) hanya ada 3 daerah (23%)
yang berada dibawah rata-rata.
3.
(Inovasi
IInovasi
tertuang dalam program unggulan pemerintah kabupaten/kota yang diusulkan untuk
dinilai oleh team penilai JPIP.
Tabel
5 Distribusi
Program Inovasi Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan 2011
Indikator Penilaian
|
Mutu Inovasi
|
Tidak Mengajukan Program
|
Program Turunan
|
Program Sendiri
|
f
|
%
|
F
|
%
|
F
|
%
|
Pertumbuhan Ekonomi
|
0
|
0
|
8
|
62%
|
5
|
38%
|
Pemerataan Ekonomi
|
0
|
0
|
7
|
54%
|
6
|
46%
|
Pemberdayaan Ekonomi Lokal
|
0
|
0
|
8
|
62%
|
5
|
38%
|
Pelayanan Pendidikan
|
0
|
0
|
7
|
54%
|
6
|
46%
|
Pelayanan Kesehatan
|
0
|
0
|
11
|
85%
|
2
|
15%
|
Pelayanan Administrasi
|
0
|
0
|
10
|
77%
|
3
|
23%
|
Penyediaan Sarana Dan Prasarana
|
0
|
0
|
5
|
38%
|
8
|
62%
|
Partisipasi Politik Publik
|
0
|
0
|
5
|
38%
|
8
|
62%
|
Akuntabilitas Publik
|
0
|
0
|
7
|
54%
|
6
|
46%
|
Pelembagaan Politik
|
0
|
0
|
8
|
62%
|
5
|
38%
|
Pengelolaan Lingkungan Hidup
|
0
|
0
|
7
|
54%
|
6
|
46%
|
Pengentasan Kemiskinan
|
0
|
0
|
6
|
46%
|
7
|
54%
|
Rata-rata
|
0
|
0
|
7
|
57%
|
6
|
43%
|
Sumber:
JPIP, 2011
Sebuah
program yang sarat inovasi menurut persepsi JPIP adalah program yang memenuhi
kriteria;
a.
Ide
program berasal dari pemerintah daerah sendiri (genuine), dan bukan program lanjutan atau turunan dari pemerintah
pusat atau provinsi. Jika program turunan, maka program tersebut harus mampu
menunjukkan kelebihan dan kekhasan dibandingkan program sejenis dari daerah
lain.
b.
Program
sederhana dan efisien namun efektif sehingga dapat diimplementasikan oleh
sumberdaya yang ada, dan memberi peluang keterlibatan masyarakat secara luas.
c.
Memiliki
payung hukum lokal (perda, perbup/perwal, SK SKPD,dll), namun tidak
bertentangan dengan peraturan perundangan di atasnya.
d.
Memiliki
Standard Operating Procedure (SOP)
dan pengelola yang jelas.
e.
Memiliki
dampak jangka pendek dan jangka panjang, sehingga memungkinkan inovasi baru
(proliferasi) dan berkesinambungan (sustainable)
Mengacu
pada kriteria inovasi versi JPIP, dan mencermati program unggulan yang
diusulkan daerah untuk dinilai JPIP (Tabel 5), maka terlihat bahwa
kabupaten/kota di Kalimantan Selatan masih lemah dalam penumbuhan inovasi
program. Tercatat, mayoritas program yang diusulkan daerah adalah program
turunan dari pusat atau provinsi (57%) Hanya 43% kabupaten/kota yang telah
mampu mengkreasi program-program inovatif. Meskipun demikian, daerah patut
diberikan apresiasi untuk indikator penyediaan sarana dan prasarana (8 daerah),
dan partisipasi politik publik (8 daerah) serta pengentasan kemiskinan (7
daerah).
Untuk
penilaian program unggulan masing-masing indikator bisa dinilai atau tidak,
didasarkan atas kelengkapan berkas yang diusulkan oleh kab/kota. Adapun
kelengkaptan berkas yang dimaksud antara lain;
- Adanya usulan program, yang berisi antara lain;
- Diskripsi program
- Payung hukum
- Pengelola program
- Petunjuk teknis
- Dampak program
- Penghargaan (bila ada)
Apabila semua berkas usulan program lengkap
maka termasuk kriteria A1; bila
kelengkapan berkas usulan program hanya terpenuhi 4 (empat) maka termasuk
criteria A2; bila kelengkapan berkas
usulan program hanya terpenuhi 3 (tiga) maka termasuk kriteria B1; dan apabila kelengkapan berkas
usulan program hanya terpenuhi 2 (dua) maka termasuk criteria B2.
Usulan
program bisa diteruskan untuk dinilai apabila termasuk kriteria A1 dan A2.
Berdasarkan
hasil telalaahan berkas masing-masing indikator dari seluruh kab/kota, terlihat
pada tabel 6.
Tabel
6. Hasil Telaahan Berkas Usulan Program yang memenuhi syarat untuk dinilai
berdasarkan masing-masing Indikator
Indikator
|
Kelengkapan
Berkas
|
A1
|
A2
|
B1
|
B2
|
Pertumbuhan Ekonomi
|
9
(69,23)
|
-
|
2
(15,38)
|
2
(15,38)
|
Pemerataan Ekonomi
|
9
(69,23)
|
1
(7,69)
|
-
|
3
(23,08)
|
Pemberdayaan Ekonomi
|
8
(61,54)
|
-
|
2
(15,38)
|
2 (15,38)
|
Pelayanan Pendidikan
|
8
(61,54)
|
-
|
3
(23,08)
|
2
(15,38)
|
Pelayanan Kesehatan
|
11
(84,62)
|
-
|
-
|
2
(15,38)
|
Pelayanan Administrasi
|
10
(76,92)
|
1
(7,69)
|
1
(7,69)
|
1
(7,69)
|
Penyediaan Sarana &
Prasarana
|
7
(53,85)
|
-
|
2
(15,38)
|
4
(30,77)
|
Partisipasi Publik
|
11
(84,62)
|
1
(7,69)
|
-
|
1 (7,69)
|
Akuntabilitas Publik
|
6
(46,15)
|
-
|
4
(30,77)
|
3
(23,08)
|
Kelembagaan Politik
|
8
(61,54)
|
1
(7,69)
|
-
|
4
(30,77)
|
Lingkungan Hidup
|
9
(69,23)
|
-
|
2
(15,38)
|
1 (7,69)
|
Pengentasan Kemiskinan
|
7
(53,85)
|
-
|
1
(7,69)
|
5
(38,46)
|
Rata-Rata
|
66,03
|
2,56
|
10,90
|
20,51
|
Dilihat dari tabel 6 Usulan program yang diajukan oleh kab/kota dari
seluruh indikator (12 indikator) yang layak untuk diterus atau dinilai
berdasarkan kelengkapan berkas usulan program rata-rata hanya 68,59% (A1+A2),
sedangkan sebanyak 31,41% tidak bisa
diteruskan untuk dinilai hal ini disebabkan dalam usulan program yang diajukan
tidak memenuhi syarat. Misalnya tidak ada mencantumkan payung hukum,
pengelolanya dan SOPnya.
Adapun apabila dilihat dari
masing-masing indikator maka yang terbanyak untuk bisa dinilai atau bersaing
adalah indikator pelayanan kesehatan dan partisipasi publik karena hampir semua
semua kab/kota memenuhi syarat untuk dinilai yaitu 11 kab/kota atau (84,62%), disusul untuk
indikator administrsi publik 10 kab/kota (76,92), pertumbuhan ekonomi,
pemerataan dan lingkungan hidup 9 kab/kota dan yang paling sedikit adalah
indikator akuntabilitas public hanya 6 kab/kota (46,15) yang memenuhi syarat
penilaian untuk inovasi.
D. Faktor
Pendorong dan Penghambat
Mengacu pada hasil monev yang dilakukan JPIP, maka implementasi
otonomi daerah di Kalimantan Selatan harus tetap dipacu. Meskipun demikian arah
perkembangan otonomi daerah sudah berjalan pada relnya (on the track). Data existing hasil-hasil pembangunan akselerasinya
relatif sudah cukup baik, Namun masih ada daerah yang tidak lengkap berkaitan
dengan data-data hasil pembangunan (data existing). Demikian pula pada survey
publik relatif dapat diterima oleh masyarakat. Jika dikomparasi penilaian
kemajuan hasil-hasil pembangunan dengan tingkat kepuasan masyarakat serta
program inovasi yang digagas oleh pemerintah kabupaten/kota, maka terdapat pola
dan kecenderungan sebagai berikut;
Gambar
4.
Komparasi
Kecenderungan Komponen Keberhasilan Otonomi Darah
Gambar 4
memvisualisasikan bahwa pembangunan yang tinggi baik dari hasil maupun tingkat
kepuasan masyarakat, diduga kuat berasal dari program-program
inovasi
yang digagas sendiri oleh pemerintah kabupaten/ kota. Inovasi program, relatif
banyak frekuensinya pada indikator-indikator pertumbuhan ekonomi, Pemerartaan,
Pemberdayaan, Pelayaan pendidikan, Kesehatan, pelayanan Administrasi dan Partisipasi
publik, dan hasil pembangunan tertinggi
tingkat kemajuannya adalah pada indikator pemberdayaan ekonomi, pertumbuhan dan
pemerataan, pelayanan pendidikan dan kesehatan. Komponen inovasi program dan
hasil pembangunan tertinggi inilah, yang kemungkinan terbesar memicu persepsi
masyarakat untuk mengapresiasi kinerja pemerintah daerah pada indikator
pemberdayaan ekonomi, pertumbuhan dan pemerataan dan pelayanan pendidikan. Sedikit
berbeda dengan kepuasan masyarakat pada indikator pelayanan kesehatan yang
persepsi masyarakat masih rendah, hal ini terkait dengan pelayanan terhadap
masyarakat secara langsung masih lemah khususnya dalam hal SDM, walaupun hasil
pembangunan dan inovasinya sudah cukup tinggi.
Berdasarkan catatan JPIP, selain faktor
utama di atas, terdapat beberapa faktor lainnya yang diduga dapat mendorong
peningkatan keberhasilan implementasi otonomi di daerah Kalimantan, Selatan antaranya;
a.
Antusiasme
dan motivasi daerah yang cukup tinggi untuk membangun daerahnya, termasuk pola
“rewards” yang dilakukan JPIP melalui “otonomi Award”, atau “panji-panji” yang
telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. Langkah-langkah
JPIP dan Pemprov Selatan dapat mendorong suasana kompetisi antar kabupaten/kota
di Provinsi Kalimantan Selatan.
b.
APBD relatif
mencukupi untuk pembiayaan pembangunan, meski PAD tetap harus dipacu.
Optimalisasi PAD harus terus dilakukan, mengingat salah satu semangat otonomi
daerah adalah kemandirian. Di samping itu,Isu-isu strategis yang menglobal,
seperti anggaran pendidikan 20% dari APBD, pengentasan kemiskinanyang lebih
terpadu, juga menjadi faktor pendorong implementasi otonomi daerah secara lebih
optimal.
c.
Mulai
bergesernya paradigma pembangunan pola lama yang lebih mengedepankan
pembangunan fisik, menjadi pembangunan yang lebih seimbang antara pembangunan
fisik dan nonfisik. Di samping itu, kesadaran daerah yang mulai tumbuh akan
pentingnya partisipasi dan keterlibatan stakeholder
dalam pembangunan. Misalnya dengan semakin tereksplorasinya
saluran aspirasi dari masyarakat melalui kegiatan musrenbang sebagai salah satu
sumber informasi dalam menuju masyarakat
welfare state
d.
Peran
LSM dan masyarakat sebagai media kontrol kebijakan pemerintah juga cukup
efektif untuk mendorong keberpihakan pemerintah kepada rakyat kecil atau kaum
marjinal. Di antaranya yang cukup dominan dilakukan pemerintah adalah dengan lebih
mengefisienkan belanja aparatur dalam APBD.
e.
Adanya
pengakuan dari beberapa daerah tentang lemahnya administrasi data (data
existing). Sehingga dengan adanya JPIP memberikan semangat bagi mereka untuk
memperkuat administrasi data dan
pembuatan program inovasi.
Selain
beberapa faktor pendorong, terdapat juga faktor-faktor yang dapat menghambat
pelaksanaan otonomi daerah kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Selatan,
yaitu:
a.
Persepsi
daerah yang masih dominan menganggap bahwa program yang baik adalah program
berbiaya mahal, berteknologi tinggi dan berasal dari luar, serta kurang
menghargai ide dan kreatifitas dari dalam. Akibatnya adalah relatif masih
rendahnya frekuensi dan mutu inovasi yang digagas oleh kabupaten/kota.
b.
Inovasi
yang dibuat masih ada yang belum memperkuat payung hukum, pengelola, dan SOP,
padahal hal ini sangat penting demi keberlangsungan program tersebut.
c.
Regulasi
(terutama dari pusat) yang belum mendukung dan cenderung mematikan inovasi
daerah. Sebuah kreasi daerah sering dianggap berbenturan dengan aturan di
atasnya, sehingga muncul sikap apatis daerah atau bahkan “fobia” pada dampak
hukum yang ditimbulkan atas kreatifitas yang digagas.
d.
Adanya SKPD didaerah yang belum
memahami pentingnya program unggulan asli dan hanya mengandalkan program
turunan dari pusat atau provinsi dengan alasan dana.
e.
Adanya ego terhadap SKPD masing-masing
atau masih lemahnya kerjasama unit (SKPD) dalam membuat program pembangunan
yang seharusnya bisa dilakukan secara bersama-sama.
f.
Keterbatasan data eksisting dan
disiplin dalam administrasi data terhadap proses dan hasil pembangunan di
daerah.
g.
Masih lemahnya sosisalisasi program
pembangunan terhadap masyarakat sehingga respek masyarakat terhadap beberapa
program pembangunan yang dicanangkan oleh daerah menjadi lemah.
h.
Kapasitas
sumberdaya aparatur sebenarnya cukup baik, namun di beberapa daerah kelemahan
utama adalah pada penempatan sumberdaya aparatur yang masih belum disesuaikan
dengan bidang dan keahlian aparatur yang bersangkutan, hal terlihat pada saat
pembuatan program unggulan
i.
Pelibatan
sektor swasta dalam pembangunan fisik maupun non fisik di kabupaten dan kota
belum dilakukan secara sinergis dan terprogram. Yang terjadi hanya pada
beberapa daerah khususnya yang memiliki potensi pada sektor pertambangan.
Kesimpulan
1.
Program
unggulan yang diusulkan terlihat bahwa kabupaten/kota di Kalimantan Selatan
masih lemah dalam penumbuhan inovasi program. Tercatat, mayoritas program yang
diusulkan daerah adalah program turunan dari pusat atau provinsi (57%) Hanya 43%
kabupaten/kota yang telah mampu mengkreasi program-program inovatif
2.
Pemerintah daerah umumnya sudah dapat
menjalankan program pembangunan yang menjadi turunan dari pemerintah pusat dan
pemerintah provinsi dengan baik namun masih lemah dalam genuine (program asli
dan kekhasan local/daerah)
3.
pembangunan
yang tinggi baik dari hasil maupun tingkat kepuasan masyarakat, diduga kuat
berasal dari program-program inovasi yang digagas sendiri oleh pemerintah
kabupaten/ kota
4.
Data eksisting ((hasil pembangunan) yang
dimiliki masih belum seragam dan masih belum lengkap baik berdasarkan time
series maupun dalam pemenuhan kebutuhan untuk analisis pembangunan
Rekomendasi
1.
Perlu adanya pemahaman dan jaminan
peraturan tentang pembuatan program unggulan daerah yang tidak selalu mengacu
pada program turunan pusat atau provinsi.
2.
Perlunya peningkatan sumber daya
manusia aparat daerah yang mampu menangkap inovasi, kreatifitas, genuine dan
sustainable untuk menterjemahkan program dari pusat dan provinsi sehingga dapat
mendorong pembangunan di daerah.
3.
Perlunya peningkatan kualitas inovasi
yang langsung bersentuhan dengan kepentingan masyarakat daerah masing-masing.
4.
Pemerintah daerah harus lebih
memberikan perhatian terhadap sistem pengumpulan data existing dari setiap SKPD
yang ada sehingga data tersedia pada satu tempat selain selain di SKPD
bersangkutan.
The
Jawa Post Institute of Pro Otonomy (JPIP) Area Kalsel
Banjarmasin,